omset ternak ikan lele sangkuriang |
“Manajemen usaha adalah cara yang benar dalam mengelola usaha agar efisien dan efektif dengan memberikan untung optimal. Manajemen tersebut meliputi pengelolaan perkolaman, bisnis dan sumber daya manusia. Ini sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya seseorang," beber Mukhlis.
Mukhlis merupakan salah satu peternak lele sangkuriang yang cukup berhasil di desanya. Selama tiga tahun ia menggeluti budidaya ikan berkumis tersebut hingga kini dia telah memiliki 37 kolam pembenihan dan 30 kolam pembesaran. Diakuinya, awal mula mendirikan budidaya ikan lele sangkurang adalah untuk menambah kegiatan sang istri, dan usaha budidaya tersebut terus berkembang. Bahkan ia juga membina sejumlah petani ikan yang datang dari berbagai daerah seperti Leuwiliang sampai Gunung Batu. "Pembinaan petani sudah dilakukan, mulai dari penangkaran benih sampai pembesaran," katanya.
Dalam menjalankan bisnisnya, ia tidak mengelola sendiri usaha budidaya ikan lele. Sebanyak delapan orang warga dipekerjakan sebagai karyawan mengurus tambak lele dalam proses sortir ikan dan saat pemanenan. Menurut Mukhlis, budidaya lele menjadi komoditas unggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya seperti gurami, ikan mas, dan ikan nila. Keistimewaan lele sangkuriang ini salah satunya adalah dapat dipanen dalam waktu tiga bulan, sedangkan ikan gurami, emas dan nila membutuhkan waktu lebih lama yakni 8 hingga 9 bulan untuk bisa dipanen. "Saya sudah pernah mencoba budidaya gurami, ikan emas, nila dan lele sangkuriang. Dari pengalaman saya, komoditas ikan lele sangkuriang mempunyai kemampuan lebih cepat mengembalikan investasi," ujarnya.
Efisiensinya budidaya ikan lele sangkuriang menjadi dasar Muklis memilih menggeluti budidaya ikan asal Afrika tersebut. Menurut dia, budidaya ikan lele sangkuriang lebih menjanjikan dibanding budidaya lele dumbo. "Masa panen lele sangkuriang lebih cepat dibandingkan lele dumbo dan ikan tawar lain," tuturnya. Selain menyediakan lele konsumsi, Mukhlis juga menyediakan benih lele sangkuriang bagi warga Desa Cibanteng yang ingin beternak, dan hasil panennya dapat dijual kembali kepada dirinya. Hal ini dilakukan karena belum memiliki jaringan para pedagang di Pasar Bogor. Menurut dia, sejauh ini budidaya lele sangkuriang yang dijalankan warga sudah berkembang, hanya saja pada umumnya warga menghadapi persoalan terkait teknologi budidaya dan manajemen perkolaman.
Ikan lele sangkuriang yang diproduksi Mukhlis dan warga binaannya di Desa Cibanteng lebih higienis karena manajemen perkolaman yang diterapkannya berjalan sesuai aturan. "Saya jamin higienis ikan yang diproduksi, tidak menyisakan limbah dan mengoptimalkan pakan," tegas Mukhlis. Ia menambahkan, setiap dua hari kolam yang dikelola sudah dapat dipanen. Hal tersebut dikarenakan pengaturan penanaman dan banyak kolam. Saat ini ia sudah menghasilan 75 ribu benih dan 8 ton ikan lele sangkuriang per bulan dengan omzet mencapai Rp.150 juta. Jumlah tersebut, katanya, belum dapat memenuhi kebutuhan pasar lele sangkuriang, karena tingginya permintaan yang sehari dari satu pasar mencapai 1 ton.
Permintaan ikan lele sangkuriang dari Jakarta dan Bogor cukup banyak, yakni sebesar 200 ton per hari. Sementara kemampuan petani maksimal hanya 30 persen per hari. Untuk mendorong terpenuhinya permintaan pasar, Mukhlis berencana menambah jumlah kolam dari 30 menjadi 60 kolan sehingga dapat meningkatkan produksi hingga mencapai 20 ton per siklus penanaman. "Saya ingin potensi pasar tersebut diambil oleh orang Bogor. Saya berkeinginan Desa Cibanteng sebagai kawasan lele," pungkasnya.
0 comments:
Post a Comment